Senin, 28 Juli 2014

Idul Fitri



    Air tak selalu jernih,
    Begitu juga ucapanku.
        Kapas tak selalu putih,
        Begitu juga hatiku.
    Langit tak selalu biru,
    Begitu juga hidupku.
        Jalan tak selalu lurus,
        Begitu juga langkahku.

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1435 H
MINAL AIDZIN WALFAIDZIN
Mohon Maaf Lahir dan Batin 



Alhamdulillah, Senangnya masih bisa merasakan bulan suci Ramadhan dan dapat menjalankan ibadah sholat Idul Fitri. Sungguh hari kemenangan bagi umat beragama islam.

    Melahirkan kembali jiwa-jiwa baru sebagaimana Allah swt. memberikan Ruh kepada raga dalam rahim seorang ibu yang kemudian lahir sebagai manusia suci, seorang bayi.

    tapi kali ini aku merayakan Iduk Fitri diusiaku yang sudah dewasa, 17 tahun.

    Idul Fitri adalah hari dimana semua umat muslim sangat menunggunya, termasuk aku. Menurutku Idul Fitri itu adalah hari yang bahagia. Dimana semua orang bersih, terampuni dari dosa, saling berlomba-lomba berbuat kebaikan. Tentunya saling berlomba-lomba juga memakai baju baru, hehehe. Tidak lupa juga Idul Fitri itu hari banyak rezeki, dan banyak makanan tentunya. Pastilah sangat ditunggu-tunggu.




    Terlepas dari itu, tahun ini aku bersama keluarga merayakan Idul Fitri di rumah. Biasanya aku dan keluarga merayakannya di kampung halaman di Wonogiri. Karena aku harus ikut test sana sini untuk masuk Perguruan Tinggi, akhirnya Idul Fitri kali ini tidak mudik.

    Hal itu menjadi satu point besar intinya. Semua jadi terasa berbeda, terasa asing bagiku dan mungkin juga dirasakan oleh keluargaku. Karena kami mungkin sudah terbiasa dengan suasana Idul Fitri di kampung. Rasanya menjadi aneh dan seperti berasa hari biasa saja. Makna Idul Fitrinya entah kenapa tidak dapat. Atau mungkin hanya perasaanku saja, entahlah.

    Tapi disisi lain, ada juga yang menarik. Ketika orang-orang se-RT pada maaf-maafan di depan Masjid. Memang seperti biasa, hanya yang tidak biasa adalah orang-orangnya. Saat dipertemukan menjadi satu, point yang membuatnya menarik adalah wajah, usia, dan kenangan.

  


    Aku melihat begitu banyak wajah-wajah yang sangat ku kenal dulu ketika aku kecil hingga aku dewasa seperti ini, banyak sekali berubah. Menjadi sholeh dan sholehah, menjadi Mas dan Mbak, menjadi Ibu dan Bapak, juga menjadi Kakek dan Nenek.

    Aku juga melihat banyak usia yang kini berubah semakin dewasa dan menua. Padahal dulu teman sepermainan juga.

    Dan yang paling special dan tetap tidak akan berubah adalah kenangan. Aku melihat banyak kenangan, ketika aku bertemu dengan mereka, berkumpul bersama, saling maaf-maafan. Seketika aku mengingat kembali kenangan-kenangan bersama mereka. Yang dulu teman sepermainan, seperjuangan, sepertualang, dan mungkin sepernakalan hahaha.

    Mengenang kembali apa yang pernah Aku lewati bersama dia, atau dia, atau dia dia dia. Cukup membuat aku tersenyum dan tertawa dalam hati.

    Yang tersisa di benakku saat itu adalah "Ternyata waktu memang cepat berlalu, dan kita semua sudah banyak berubah."

Rabu, 23 Juli 2014

Kita, Lalu Dia



    Aku kira kamu adalah malaikat kecilku, yang diberikan Tuhan untuk menjagaku, mencintaiku. Ternyata aku salah. Itu tidak lebih baik dari yang ku kira. Membuatku merasa sakit dan terluka. Membuatku merasa seperti orang bodoh. Mengharapkan sesuatu yang takkan pernah terjadi. Membuatku bermimpi terlalu indah. Yang akhirnya aku harus terbangun dengan rasa kecewa. Karena itu hanyalah sebuah mimpi, sebuah angan, sebuah harapan kosong.

    Kemudian aku mulai berpikir. Aku mulai menyalahkan diriku sendiri. Aku mulai menyesali satu demi satu. Aku pikir ini salah. Ini memang salah. Jika aku menyesal, maka aku tidak bersyukur. Ini terlalu sulit untukku. Lebih sulit dari soal matematika di sekolah. Tapi ini bukan sekedar pelajaran biasa. Tidak bisa disamakan dengan pelajaran di sekolah. Ini adalah Kehidupan. Dimana tak seorang pun mampu menakhlukan dengan mudah.



    Ya, Kehidupan. Kali ini tentang kehidupan yang aku miliki. Kehidupan yang setiap orang menginginkan kesempurnaan. Tapi aku, tidak ingin kesempurnaan itu. Aku hanya ingin hidup secara sempurna, dengan cara yang sempurna. Bukan hidup dalam kesempurnaan. Memang rumit dijelaskan. Karena inilah hidup, bukan soal bercerita, tapi berproses.




    Lalu, dalam hidupku. Aku menemukan Kamu. Kamu yang membuatku merasa seperti orang bodoh. Memikirkanmu lebih dari diriku sendiri. Kita bertemu, saling mengenal. Menarikku lebih jauh ke dalam hidupmu. Tapi kamu tidak menyadarinya. Tidak lebih jelas melihat sinar mataku. Dan itu, menjadi sebuah kesalahan.

    Disini, Di hati ini. Ada sebuah rasa yang dalam. Aku mencoba untuk bertahan. Bertahan untuk menjadi seorang yang biasa. Dan aku, tidak lebih kuat dari yang ku bayangkan. Rasa ini menguasai diriku, bahkan otakku. Semakin lama membuatku merasa sesak, terlalu sakit. Hanya karena kamu.


    Kamu yang mengisi hati ini. Kamu yang buat hidup aku berwarna. Kamu yang buat napas ini lebih berarti. Kamu yang buat aku seperti seorang putri. Kamu yang buat senyum ini ada. Kamu yang buat air mata ini menjadi bahagia. Kamu yang buat aku mengerti. Hanya karena kamu.

    Seperti udara yang membuat aku bernapas. Seperti tanah yang membuat aku berpijak. Seperti air yang membuat aku tenang. Seperti matahari yang membuat aku terlihat. Seperti api yang membuat aku sakit. Seperti kamu yang membuat aku merasa sempurna.




    Aku menjadi lebih dari seorang putri bersamamu. Karena kamu, hati ini jadi banyak berharap. Karena kamu, aku menjadi seorang penakut. terlalu takut untuk kehilangan. Tapi kamu selalu berdiri di sampingku. Membuatku terlindungi, menggenggam erat tangan ini, menjadikan hangat kepada dingin, menjadikan terang kepada gelap. Kali ini aku tak tau, apa ini emas, atau aku terlalu bodoh mengira perunggu adalah perak.

    Perlahan langkah kakiku berjalan menelusuri hidupmu. satu tapak, tiga tapak, aku ragu. Ku putuskan untuk berhenti sejenak. Dan kamu tetap berdiri di sampingku, kembali menuntunku untuk terus berjalan bersamamu. Lima tapak, tujuh tapak, langkah kakiku semakin mantap, lebih cepat dari sebelumnya. hati ini semakin yakin. Jantung ini semakin cepat berdetak. Mataku jelas berbinar, simpulkan senyum di wajah. Aku benar bahagia.




    Sampai akhirnya, aku harus menghentikan langkah kakiku. Aku tersesat dalam gelap, di pertengahan hidupmu. Yang bisa aku lihat hanya bayanganmu yang semakin menjauh. tapi aku tidak percaya, mungkin hanya kabut. karena yang ku lihat tidak sendiri.



    Aku berlari kencang mengejar kamu. Sampai napas ini hampir habis. Sampai jantung ini sesak ingin meledak. Sampai air mata ini tak bisa berhenti keluar. Aku tetap berlari kencang mengejar kamu. Karena aku yakin, yang ku lihat bukan kamu.


    Lagi lagi langkah kakiku harus terhenti, kali ini bukan diam, tapi jatuh. Tepat jatuh di hadapanmu. Aku berusaha berdiri untuk kamu. Disisa kekuatanku, aku berhenti menangis. Begitu keras untuk tersenyum. Kupandangi lekat kedua matamu. Aku yakin kamu mengerti, karena aku tak sanggup lagi berbicara. Hati ini telah menyampaikannya padamu tanpa kurang sesuatu pun.



    Aku marah, jelas sangat marah. Hei, aku ini manusia biasa yang penuh kesalahan. Aku mengumpat dalam hati. Aku sangat menyalahkan kamu. Aku simpan sesal dalam diriku. Kamu yang selama ini aku banggakan, lebih memilih bersama Dia. Dia yang sebenarnya tau, kamu adalah mimpi indahku.


    Lalu aku kembali berjalan tertatih untuk keluar dalam hidupmu yang sesak. Sampai di satu titik cahaya terang, Aku kembali tersenyum dengan lega. karena apa?

    Karena Tuhan berbisik dalam hatiku. Tuhan menunjukkan padaku bahwa kamu bukanlah yang terbaik. Dan Tuhan akan memberikan yang lebih baik dari kamu.




    Dan seseorang berkata padaku, Laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik. Dan perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik pula.

    Jadi aku harus tetap mendekatkan diri pada Tuhan. Karena Tuhan akan malu memberikan Laki-laki yang buruk kepada wanita yang Sholehah.